Soal memotivasi orang lain untuk lebih dahsyat dan sukses beroleh kekayaan, bapak TDW boleh jadi paling berkompeten. Namun, untuk urusan sukses dan dahsyat meraup keuntungan dari profesi pengemis, Cak To sudah banyak makan asam garam. 🙂
Mungkin sudah menjadi rahasia umum, bahwa aktivitas mengemis bukan lagi sesuatu yang hanya bisa dilakukan dalam keadaan terdesak. Didukung oleh beberapa kejadian krisis ekonomi hebat, bergantinya harga-harga bahan pangan pokok, dan juga mental malas sebagian penduduk Indonesia, maka pengemis telah naik derajat menjadi sesuatu yang disebut PROFESI.Â
Hmm.. profesi. Hebat benar rasanya kata itu. Tak kalah dengan lulusan S1 universitas negeri terkemuka, para pengemis bahkan bisa meraup earning yang sama atau mungkin lebih dalam sebulan. Modal untuk berprofesi mengemis sangat mudah: menengadahkan tangan sambil memasang raut memelas, maka gemerincing rupiah langsung masuk ke dalam kantong. Tunai. Tanpa kredit.Â
Lebih jauh lagi, mengemis di saat sekarang ini pun memerlukan kreativitas yang tinggi guna meraup lebih dan lebih dari kantong para dermawan. Jikalau hanya menengadahkan tangan, sudah banyak pengemis yang melakukan itu. Dalam ilmu marketing, ada yang disebut dengan added value yang sederhananya berarti nilai tambah. Hal ini bisa diaplikasikan dalam ilmu mengemis dengan cara merubah/mengurangi/menambah penampilan yang ada pada diri pengemis. Seperti contoh, menggendong anak sambil mengemis akan memberi nilai tambah pada pemberi sumbangan, karena sebuah sumbangannya dianggap bernilai dua: untuk si ibu dan si anak. Pihak pemberi mendapatkan dua kali pahala, dan pihak pengemis mendapatkan dua kali earning.Â
Tertarik menjadi pengemis? Atau mungkin ingin mendirikan sebuah usaha pengemisan? Coba simak tips dahsyat dari Cak To berikut ini. Dijamin cespleng!