Kembali soal harga minyak bumi yang melambung tinggi hingga melampaui $100 per barel. Bahkan pada Jumat, 25 April yang lalu, harga tersebut terus menanjak hingga mencapai $120 per barel. Dengan keadaan seperti ini, beberapa analis pasar berspekulasi bahwa harga minyak $200 per barel bukanlah sesuatu yang mustahil.
Peningkatan harga minyak tentunya bukan tanpa sebab. Alasan utama yang kerap ditudingkan selama ini adalah pertumbuhan ekonomi dunia yang semakin meningkat dari waktu ke waktu, yang berarti adalah kebutuhan akan sumber energi terutama fosil yang terus bertambah. Permintaan bertambah, namun persediaan tak berubah. Inilah yang menjadikan bahan bakar fosil semakin langka dan semakin mahal.
Namun, tak hanya hal tersebut yang memengaruhi harga minyak dunia. Tahukah kita bahwa penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari juga turut memberi andil pada harga minyak yang kita nikmati? Plastik merupakan sebuah penemuan abad ini yang memudahkan setiap produk untuk dikemas dalam berbagai bentuk, kemasan yang kuat, dan dengan harga yang murah. Plastik yang biasa kita temui dalam kehidupan sehari-hari adalah botol air mineral.
Pacific Institute memberikan penjabaran hubungan antara penggunaan plastik sebagai kemasan minuman dengan penggunaan sumber daya energi. Dan pengguna terbesar untuk kemasan plastik ini adalah tentu saja: Amerika. Pada tahun 2006, Amerika telah memproduksi sebanyak 31,2 milyar liter air dalam kemasan. Untuk memproduksi botol air mineral sebanyak itu dibutuhkan lebih dari 900.000 ton plastik berjenis polyethylene terephthalate (PET).
Menurut proses industri pembuatan plastik, dibutuhkan energi sekitar 3,4 megajoule untuk membuat sebuah kemasan air mineral berisi 1 liter. Jika dikalikan dengan kebutuhan 31,2 miliar liter air, maka jumlah total energi yang dibutuhkan setara dengan 106 miliar megajoule. Di dalam satu barel minyak bumi terkandung 6.000 megajoule energi, sehingga total kebutuhan untuk memproduksi keseluruhan jumlah kemasan liter air mineral tersebut adalah 17,6 juta barel.
Cukup mencengangkan…
Namun, Amerika tak sendirian dalam hal penggunaan botol-botol plastik ini. Konsumen plastik terbesar selanjutnya adalah Meksiko, Cina, Brasil, Italia, Jerman, Perancis, Indonesia, Spanyol, dan India. Menarik mengetahui bahwa negara kita menempati posisi ke tujuh, di atas Spanyol dan India. Grafik berikut menunjukkan tingkat konsumsi masing-masing negara akan botol plastik.
Melihat hal ini, maka bolehlah kita kembali merenung dan berpikir untuk menggunakan plastik dalam kehidupan sehari-hari kita. Sebab, plastik yang dibahas di atas masih berkisar pada kemasan air mineral. Plastik jenis lain seperti kantong belanja dan kemasan snack juga merupakan kontributor yang tidak kalah jumlahnya dibandingkan botol air mineral. Memang saat ini kita tidak bisa sepenuhnya melepaskan diri dari plastik, namun bagaimanapun selalu ada cara untuk menimalisir penggunaan plastik sehingga secara tidak langsung akan mengurangi kebutuhan dan produksi akan barang plastik.
Realisasi dari hal ini bisa dilakukan dengan membeli galon isi ulang ketimbang air minum kemasan satu liter. Tidak seperti botol kemasan satu literan, botol galon lebih tahan lama dan dapat dipakai berulang-ulang sehingga mengurangi produksi untuk mengemas air mineral. Kali lain, mungkin kita bisa menolak diberi kantong kresek untuk membungkus belanjaan kita yang sebenarnya masih mampu untuk dimasukkan ke dalam kantung pakaian/celana. Mungkin juga, kita bisa membudayakan untuk selalu membawa tas kemanapun kita pergi. Sehingga kita tak memerlukan kantong kresek dari penjual.